30 Desember 2013

"50 PENA CINTA" PART 11



BAGIAN 11
“Kembali ke Titik Awal Pencarian”
Pagi itu masih sepi. Baru saja jam tangan Vey menunjuk pukul 06.00 pagi. Vey sudah berada di dekat rumah Dirga. Dia sendirian. Dia sudah memiliki cara untuk masuk kerumah itu tanpa ketahuan orang lain. Ini hasil berpikirnya semalaman suntuk. Dia akan meloncati pagar. Harapannya hanyalah agar tidak ketahuan satpam.
Jalan di depan rumah Dirga masih benar – benar sepi. Vey mulai melancarkan aksinya. Dia naik pagar yang terbuat dari tembok dan ditumbuhi tanaman pagar yang menjalar memenuhi pagar itu. Vey berhasil mencapai puncak pagar, hanya tinggal turun ke bagian dalam pagar. Tapi tiba – tiba sesosok manusia beruban mengejutkannya. Itu pembantu beruban yang dulu berbohong padanya.
Sebenarnya pembantu beruban itu tidak melihat Vey, tapi karena Vey kaget dan jatuh dari pagar, aksinya pun ketahuan oleh manusia beruban itu.
“Kamu lagi? Mau maling ya?” Tuduhnya sambil memegang lengan Vey. “Satpaaaaaam.. inii…” Mulut pembantu itu langsung di sumbat oleh tangan Vey. Sebelum orang itu melepaskan tangan Vey dari mulutnya, Vey langsung berkata, “Aku tahu Raja ada di rumah ini, aku tahu dari anak Bapak! Jangan menyangkal!”
Orang tadi langsung terdiam sambil memandang wajah Vey. Vey perlahan melepaskan tangannya. “Kenapa Bapak bohong? Aku benar – benar butuh Raja Kuswantoro untuk menyelesaikan masalah nenekku. Kenapa bapak malah berbohong? Bapak tidak suka melihat orang bahagia ya?” Vey langsung menghakimi bapak – bapak beruban itu. “Pak Uban tidak suka ya melihat tuan Pak Uban sendiri senang?”
Bapak beruban itu melepaskan genggaman tangannya dari lengan Vey. Dia terkejut. “Tuan Raja bisa senang jika kamu bertemu dengannya?” Tanya Pak Uban (panggilan Vey untuk pembantu beruban itu). “Loh? Pak Uban masih nanya lagi? Pak Uban ini gimana sih!”
“Ini Tuan Muda yang memerintahkan, Non. Saya hanya mengikuti.”
“Jadi?” Lirik Vey pada Pak Uban. Pak Uban melihatnya. Pandangan mereka bertemu. Seperti dihipnotis, Pak Uban tidak sadar ketika Vey berlari memasuki rumah melalui pintu samping, baju Vey benar – benar berlumuran lumpur, terang saja. Ey tadi jatuh tepat di atas tanah yang berlumpur karena baru saja di siram oleh Pak Uban agar tidak kering.
“Looh? Nooon…” Pak Uban berlari mengikuti Vey. Vey sudah berlari mencapai ruang tengah. Dia berhenti karena kebingungan mau masuk ke kamar mana lebih dulu. Pak Uban sudah ada di belakangnya. “Nooon, kita bicarakan dulu sebentar! Jangan langsung menyerang.. nanti ketahuan Tuan Dirga.” Bisik Pak Uban pada Vey. Vey yang kaget karena kehadiran Pak Uban yang begitu tiba – tiba sedikit kelepasan control, dia berteriak kaget, “Aaargh.”
“Non, pelankan suaranya!” Kata Pak Uban sambil berusaha menarik Vey. “Pak Uban pasti bohong lagi! Pak Uban mau ngusir aku lagi ‘kan? Gak bisa gak bisa! Aku harus ketemu Raja sekarang.” Vey berusaha melepaskan genggaman Pak Uban. “Non, saya tidak bohong. Kita bisa kerja sama.” Vey masih saja tidak percaya, dia tetap berusaha melepaskan genggaman Pak Uban.
“Ada apa kok rame pagi – pagi?” Dirga keluar dari kamarnya dengan hanya memakai handuk, dia baru selesai mandi, pagi ini ada pertemuan dengan kliennya di hotel, jadi harus siap – siap dipagi hari. Dirga kaget melihat ada orang lain selain Pak Uban. Dia terdiam, Vey terdiam, Pak Uban terdiam. Vey berteriak ketika melihat Dirga hanya menggunakan handuk, Pak Uban kaget karena Vey berteriak, jadi dia pun ikutan berteriak. Dirga yang baru sadar dengan handuknya ikut berteriak, dia langsung berlari masuk kamarnya lagi.
Dirga langsung mengambil baju handuknya, memakainya, kemudian keluar lagi dari kamar. Waktu Dirga keluar kamar, Vey dan Pak Uban hampir saja menghilang.
“Heeei! Kembali.” Teriak Dirga.
“Haduh. Ketahuan, Pak!” Bisik Vey pada Pak Uban. “Kita acting, Non.” Bisik Pak Uban. Vey mengangguk.
“Maaf sudah mengganggu istirahat, Tuan Muda. Saya bisa menanganinya, Tuan.” Kata Pak Uban meyakinkan.
“Ada apa lagi kamu kesini?” Tanya Dirga pada Vey yang begitu kotor dengan lumpur. “Aku mau cari Raja Kuswantoro!”
“Maaf, Tuan. Saya sudah bilang tidak ada, tapi dia memaksa untuk masuk rumah. Bahkan dia menaiki pagar.”
Dirga terkejut. “Terus kenapa kamu penuh lumpur?”
“Dia jatuh dari pagar, Tuan.” Jawab Pak Uban.
“Aku mau bicara! Kenapa kamu bohong tentang Raja Kuswantoro!!” Teriak Vey.
Dirga spontan kaget. Dia segera berlari mendekati Vey. “Bisa lebih pelan suaranya?” Kata Dirga yang sudah ada tepat di depan Vey. Vey terkejut dengan gerakan Dirga yang begitu tiba – tiba. “Enggaaaaak….” Teriak Vey, tangan Dirga langsung dengan cepat menutup mulut Vey. “Biar aku yang urus, Pak.” Kata Dirga pada Pak Uban. “Tapi, Tuan..”
“Sudah sudah sana.”
Mulut Vey masih di tutup oleh tangan Dirga. Tubuhnya ditarik masuk ke kamar Dirga. Pak Uban hanya bisa melihatnya dengan khawatir. “Sudah saya bilang bisa kerja sama, tapi masih aja gak percaya. Sekarang gimana dia bisa ketemu dengan tuan Raja?” Pak Uban bergumam sendiri setelah Vey dan Dirga masuk ke kamar Dirga.
“Aaargh.” Dirga berteriak, tangannya baru saja digigit Vey.  “Kamu mesum! Kenapa aku dibawa ke kamarmu!” teriak Vey.
“Karena kamu berisik!!” Bentak Dirga. “Aku Cuma pengen ketemu Raja. Kakekmu itu.”
“Bukankah aku sudah bilang kalau Raja itu adalah pemilik rumah ini sebelumnya. Kenapa tidak percaya?”
“Kamu bohong!”
“Cepat bersihkan badanmu! Aku antarkan kamu ke hotel lagi.”
“Tidak! Aku harus bertemu Raja!”
“Aku sudah bilang, Raja tidak ada di sini!! Cepat mandi! Kalau tidak akan ku kunci di kamarku seharian.”
“Kamu siapa berani – berani menyuruhku mandi! Kalau memang mau diantar, langsung diantar saja!”
“Aku tidak mau orang – orang di hotel nantinya menyangka aku menghajarmu. Apalagi mobilku tidak bisa kotor.”
“Aku bisa balik ke hotel sendiri asalkan bisa bertemu Raja.”
“RAJA TIDAK DISINIII. CEPAT MANDIIII!!!!” Dirga membentak Vey. Vey yang merasa kesal mencoba membuka pintu kamar, tapi tetap tidak bisa. Akhirnya Vey masuk kamar mandi dengan gerutuan yang berkepanjangan.
“Dasar mesum!”
Ketika Vey masuk kamar mandi, Dirga langsung keluar kamar. Dia segera memanggil Pak Uban. Pak Uban yang masih ada di depan pintu terkejut ketika melihat Dirga tiba – tiba keluar.
“Oh, Pak, cepat periksa Kakek. Jaga dia, antarkan sarapannya ke kamar. Selama cewek ini ada di sini jangan sampai Kakek keluar.”
“Tapi, Tuan..”
“Sudah cepat. Sebelum cewek gila ini keluar dari kamar mandi.” Setelah memberi perintah penyembunyian, Dirga masuk kamar lagi, berpura – pura tidak pernah keluar kamar. Selagi Vey di dalam kamar mandi, Dirga cepat – cepat ganti baju.
Vey keluar dari kamar mandi dengan baju yang sudah di siapkan Dirga untuknya. Dirga yang sudah selesai berganti baju sejak tadi bangkit dari duduknya. Dia tidak melihat ataupun melirik Vey. Hatinya masih kesal.
“Bajumu nanti akan aku kirimkan ke hotel. Sekarang ayo cepat kembali ke hotel.” Dirga berkata pada Vey tetapi matanya mengarah ke tempat lain.
“Aku ingin ketemu Raja!”
“Kubantu mencarinya nanti! Jangan terlalu ramai di rumah orang! Apa kamu tidak tahu sopan santun?”
“Kamu bohong! Raja ada di rumah ini! Untuk apa dicari lagi!”
Dirga kesal, dia yang sudah tidak ingin melihat wajah Vey, akhirnya menoleh pada Vey untuk membentaknya lagi. Ketika menoleh Vey, tiba – tiba Dirga terdiam. Mulutnya terkunci, dia menelan ludahnya sendiri. Vey terlihat begitu cantik dengan balutan dress bunga – bunga yang indah. Dirga tetap terdiam ketika Vey mendekatinya.
“A KU I NGIN KE TE MU RA JA.” Kata Vey, Vey mengeja kata – katanya agar jelas didengar Dirga yang hanya diam saja.
Dirga tersadar, dia menggelengkan kepalanya. “Tidak tidak tidak.”
“Tidak? Apa maksudmu? Aku tidak boleh ketemu Raja?”
“Maksudku, tidak sekarang, nanti akan ku bantu mencari Raja.”
“Kenapa kamu masih saja bohong sih!”
Dirga tidak banyak bicara lagi, dia berjalan menuju pintu kamar. Dia membuka pintu dan memastikan Pak Uban sudah tidak lagi di depan pintunya. “Aman.” Gumam Dirga. Dirga berlanjut, dia terus berjalan menuju pintu depan, Vey mengikuti di belakangnya.
“Dirga..” Teriak Vey pada Dirga yang berjalan cepat di depannya.  Dirga terkejut, dia tiba – tiba berbalik berniat untuk menutup mulut Vey yang berteriak. Vey yang berjalan cepat mengejar Dirga di belakangnya kaget ketika mengetahui Dirag berbalik tiba – tiba, Vey tidak sempat mengerem. Dan Bruuuk.. mereka berbenturan satu sama lain.
“Aaargh.” Vey berteriak lagi.  Dirga langsung menutup mulut Vey denga tangannya. Mereka begitu dekat. Mata mereka saling bertemu. Untuk beberapa saat mereka diam, Vey yang tersadar segera mendorong Dirga. “Dasar mesum!” Teriak Vey.
“Aduuuh, ni anak. Jangan teriak! Ayo cepat keluar.” Dirga menarik lengan Vey. Vey masih saja memberontak dari genggaman Dirga. Begitu masuk mobil, sopir Dirga langsung melaju dengan kecepatan sedang menuju hotel milik Dirga tempat Vey menginap.
“Aku gak bakal nyerah untuk ketemu Raja!” Kata Vey pada Dirga yang duduk di sebelahnya.
“Terserah deh.” Jawab Dirga singkat.
“Kamu tukang bohong!” Vey berniat untuk membuat Dirga marah, tapi Dirga terlihat santai saja mendengar kata – kata Vey, bahkan seperti tidak mendengarkan.
“Iiiih, ngeselin! Ketemu cowok ngeselin kayak kamu. Udah ngeselin, mesum lagi. Udah itu kasar juga. Haduh – haduh, lengkap banget sikapmu, keseluruhan nilainya buruk!! Kenapa harus kamu sih cucunya Raja! Haahhhh.” Vey terus mengoceh. Tapi masih saja Dirga tidak mempedulikannya. Dirga pura – pura sibuk dengan ponsel pintarnya.
“Heh cowok mesum! Kamu tahu rasanya buah maja gak?” Vey memancing emosi Dirga yang masih tenang daritadi. Dirga merasa heran, kenapa anak ini bahas buah maja? Bukannya daritadi sibuk nyela – nyela aku? Dirga melirik pada Vey yang sudah melihatnya dengan sinis daritadi.
“Tahu gak rasanya buah maja?” Tanya Vey lagi. Dirga ingin sekali menjawabnya, tapi dia masih gengsi untuk bercakap – cakap dengan Vey. Dirga hanya mengernyitkan dahinya. Bahunya diangkat sebentar, pertanda kalau dia tidak tahu rasa buah maja. Dengan senang Vey langsung membalas jawaban Dirga.
“Rasanya pahit! Kayak sifatmu! Pahit banget! Gak ada manis – manisnya! Hahaha” Vey merasa puas. Sekalinya Dirga menanggapi kata – katanya langsung dijatuhkan begitu saja. Dirga merasa kesal menyadari bahwa dirinya baru saja dikelabui oleh Vey. Vey tertawa puas, sopir Dirga yang daritadi diam mendengarkan pertengkaran sebelah pihak itu senyum – senyum melihat Vey yang baru saja menjatuhkan Dirga.
“Pak Sopir. Sudah berapa lama kerja dengan orang mesum ini?” Tanya Vey tanpa merasa berdosa memanggil Dirga dengan sebutan ‘orang mesum’. “Tuan muda Dirga maksudnya, Non? Sudah 10 tahun, Non.” Jawab sopir Dirga.
“Kok betah ya.” Tanya Vey santai, dia berkata seperti tidak ada Dirga di sampingnya.  “Berhenti, Pak.” Kata Dirga tiba – tiba.
“Ada apa, Tuan? Di sini rawan preman, Tuan. Mending berhenti di tempat lain saja kalau memang ada sesuatu.” Sopir tadi memberi saran sambil memperpelan jalan mobilnya.
“Di sini, Pak. Turunkan dia di sini.”
“Hah?” Vey tercengang.
“Hah?” Sopir tercengang. “Di sini benar – benar rawan, Tuan. Benar – benar berbahay untuk seorang gadis seperti Nona ini. Sebaiknya turunkan di tempat lain saja.”
“Turunkan dia di sini! Cepat! Ini perintah!” Kata Dirga dengan tegas. Vey yang terkejut langsung angkat bicara, “Ternyata selain mesum kamu masih punya sifat buruk lagi. KEJAM!” Vey langsung membuka pintu untuk turun.
“Non, hati – hati, di sini benar – benar rawan.” Sopir tadi masih khawatir dengan turunnya Vey. Vey turun tak mendengarkan kata – kata sopir itu. Dia merasa benar – benar kesal pada Dirga. Dirga yang juga merasa kesal langsung memerintahkan sopirnya untuk segera berangkat. Mobil Dirga pun mulai menjauh dari tempat Vey berdiri sekarang.
Vey berdiri sendiri di tengah jalan yang sepi. Dia merasa kebingungan. Tadi waktu berangkat dari hotel dia langsung naik taksi dan tidak lewat jalan yang sepi ini. Sekarang dia benar – benar tidak tahu harus kemana. Tidak ada angkutan ataupun taksi yang terlihat berkeliaran di sekitar jalan itu. Pikiran Vey mulai memikirkan hal aneh. Dia teringat kata – kata sopir tadi “Di sini benar – benar rawan, Tuan. Benar – benar berbahay untuk seorang gadis seperti Nona ini. Sebaiknya turunkan di tempat lain saja.”
“Iiih, kenapa suasananya jadi nyeremin gini sih. Aduh.. Kenapa aku deg – degan banget ya?” Vey bergumam sendirian sambil berjalan mengikuti jalan yang di lewati oleh mobil Dirga tadi. Dari kejauhan beberapa orang memperhatikannya.
Sementara itu, di mobil Dirga sudah merasa menang. Dia senyum – senyum sendiri. Sopir Dirga melihatnya dari cermin di bagian depan. “Tuan. Ini tidak main – main. Jika Nona tadi adalah teman Tuan, lebih baik kita putar balik untuk menjemput dia. Tuan sudah tahu sendiri ‘kan gimana daerah sana?”
“Maksudmu?” Kata Dirga sambil mengernyitkan alisnya.
“Kalau hanya pertengkaran seperti tadi saya kira Tuan tidak akan tega menurunkan teman Tuan itu di daerah yang berbahay seperti tadi.”
“Bukan itu maksudku. Tentang daerah itu! Apa seburuk yang kamu ceritakan?”
“Iya benar, Tuan. Oleh karena itu setiap kita lewat sana kita tidak pernah melihat orang jalan kaki, itu karena tidak ada yang berani lewat sana dengan jalan kaki atau naik sepeda motor sekalipun. Mungkin hanya mobil – mobil yang  terburu – buru seperti kita ini yang lewat sana, karena memang di sana jalan alternative. Preman di sana brutal, Tuan. Nenek – nenek tua aja mereka garap! Apalagi Nona tadi. Nona cantik seperti teman Tuan itu pasti dijadikan sasaran empuk buat mereka.”
Dirga terdiam. Dia kacau. Niat balas dendam tapi malah salah tindakan. “Balik, Pak! Jemput dia.” Hemmm, menyusahkan! Guman Dirga dalam hati. Sopir langsung membelokkan mobil dengan cepat. Mereka sudah agak jauh dari tempat dimana Vey di turunkan.
Mobil Dirga tiba tepat pada waktu Vey sudah ada di gengaman tiga preman yang sudah memperhatikan Vey dari jauh tadi. Tangan Vey diikat ke belakang punggungnya sendiri. Vey yang memberontak tidak kuasa melepaskan diri. Mulutnya di sumbat oleh tangan dari salah satu preman itu. Vey benar – benar tidak kuat melepaskan diri. Genggaman preman – preman itu begitu kuat.
Dirga yang melihatnya segera turun. Sopir Dirga pun ikut turun. Mereka berusaha menyelamatkan Vey. Perkelahian antara preman dan Dirga serta sopirnya terjadi tidak begitu lama. Vey yang terlepas dari tangan preman itu segera berlari masuk ke mobil yang masih terbuka pintunya karena Dirga tadi tidak sempat menutupnya. Vey menarik pintu mobil dengan kakinya. Tangannya masih terikat tali di belakang tubuhnya.
Perkelahian terus berlanjut. Pipi Dirga terkena tonjokan, pelipis sopir Dirga kena jotos. Tiga preman tadi juga terkena beberapa pukulan di bagian perut dan mukanya. Mereka terus saling memukul satu sama lain. Dua lawan tiga. Jurus –jurus karate yang di pelajari Dirga waktu SMA dia keluarkan saai itu juga.
Setelah mereka merasa lelah saling pukul, Dirga segera berlari ke mobil diikuti oleh sopirnya. Preman tadi berusaha mengejar mereka. Berusaha mencegah mereka untuk masuk mobil. tapi preman – preman itu kalah cepat. Setelah sopir  itu menutup pintu mobil barulah preman itu sampai di samping mobil. mereka menggedor – gedor pintu mobil. sopir Dirga segera memacu mobil dengan cepat.
Mobil berjalan perlahan ketika sampai di jalan yang sudah mulai ramai dilewati orang. Dirga yang daritadi masih terengah – engah sekarang sudah mulai tenang. Bekas pukulan tadi benar – benar terasa sakit. Dia melirik Vey yang daritadi hanya diam saja. Tangan Vey masih terikat.
“Tanganmu terikat?” Tanya Dirga. Vey tidak menjawab. Pikirannya sudah tidak karuan. Dirga memandang wajah Vey yang menunduk. Dia melihat memar di pipi Vey. Dirge langsung mengangkat dagu Vey. Berniat untuk melihat pipi Vey yang memar. “Kamu kena pukul?” Tanya Dirga mulai cemas. Vey masih terdiam, tapi air matanya mulai mengalir.
Dirga segera melepaskan tali yang mengikat tangan Vey. Dirga merasa bersalah. Sopir Dirga menjulurkan tissue dari depan. “Ini, Tuan. Buat Nona.” Dirga mengambil lembaran tissue itu, kemudian memberikannya pada Vey. Vey masih saja terdiam. Dia tidak bergerak sedikitpun. Dirge menghela nafas, dia mengerti kalau Vey masih belum stabil setelah mendapat kejadian tadi. Dirga tetap memegang tissue itu, dia menghapuskan air mata Vey dengan tissue yang dipegangnya. Vey tetap terdiam. Pikirannya masih belum bersatu dengan raganya.
“Maafkan aku.” Kata Dirga singkat. Menit – menit selanjutnya suasana terasa begitu sunyi. Vey tetap terdiam, pikirannya tidak sempat memikirkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Untuk saat ini dia hanya ingin tenang.
Share:

3 komentar:

  1. Kasihan si Vey. Kenapa si Dirga jahat banget ya??? -_-
    Oh iya, ada salah ketik lagi kayaknya.
    saat jadi saai, Dirga jadi Dirge, trus apa lagi ya? Kayaknya hanya itu saja yang sempat aku liat :D|
    gak sabar nunggu kelanjutannya ;)

    BalasHapus